Selasa, 03 Februari 2009

Teori Belajar Kondisioning (Ivan P Pavlov)

Ivan P. Pavlov lahir pada tahun 1849 di kota Rayasan Rusia. Ayahnya seorang pendeta di suatu daerah yang miskin. Pavlov mengadakan penelitian tentang dampak pengeluaran getah lambung terhadap mekanisme penggunaan makanan dan sekresi. Dari penelitian dan karyanya dalam bidang teori belajar ia memperoleh hadiah Nobel pada tahun 1904. Pavlov adalah seorang ilmuwan yang membaktikan dirinya untuk penelitian. Ia memandang ilmu pengetahuan sebagai sarana belajar tentang berbagai masalah dunia dan masalah manusia. Perana dari ilmuwan menurutnya antara lain membuka rahasia alam sehingga dapat memahami hukum-hukum yang ada pada alam. Di samping itu ilmuwan juga harus mencoba memahami bagaimana manusia itu belajar dan tidak bertanya bagaimana mestinya manusia belajar.

1. Dasar Teorinya.

Pavlov menyumbangkan gagasan dan pikirannya dalam bidang ilmu psikologi. Pendapatnya mengenai refleks berkondisi, adalah akibat dari hasil pekerjaannya yang secara keseluruhan berbeda-beda di setiap tempat. Bagian terpenting dari percobaannya adalah dengan pura-pura memberi makan kepada anjing. Diawali dengan percobaan memberi makan kepada anjing, mereka makan secara berlebihan tanpa ada rasa kenyang. Percobaan dilanjutkan dengan pura-pura memberi makan melalui botol-botol kecil yang dimasukan dan diletakan di samping mulut anjing tersebut. Setelah diperhatikan ternyata anjing sebagai binatang percobaan selalu mengeluarkan air liurnya sebelum makanan diletakan dekat moncongnya dan pura-pura mulai makan. Anjing tersebut akan bertindak seperti itu jika ada makanan dan atau sekalipun tidak diberi makanan (pura-pura memberi makanan). Dari percobaannya tersebut kemudian Pavlov menyimpulkan bahwa hampir semua organisme perilakunya terjadi secara refleks dan dibatasi oleh rangsangan yang sederhana.

Contoh-contoh prilaku refleks, mengembangkan otot tempurung lutut akan menghasilkan sentakan kaki. Sinar terang yang menyala masuk ke dalam mata akan menghasilkan kontraksi biji mata. Peletakan makanan dalam mulut suatu mahluk hidup akan menghasilkan airliur. Refleks-refleks ini memang terjadi dan tidak dipelajari. Pavlov menamakan refleks-refleks ini sebagai refleks tidak bersyarat, atau unconditioned reflexes.

Teori belajar classical conditioning kadang-kadang disebut juga respont conditioning atau Pavlovian Conditioning, merupakan teori belajar katagori Stimulus-Respon (S-R) tipe S. Esensi berlakunya classical conditioning adalah adanya dua stimulus yang berpasangan. Satu stimulus yang dinamakan conditioned stimulus (CS) atau kita sebut saja stimulus yang berkondisi. Stimulus ini dinamakan stimulus netral sebab kecuali untuk menjaga respon yang pertama kalinya diberikan dalam beberapa saat, tidak menghasilkan respon khusus. Stimulus lainnya adalah unconditioned stimulus (US) atau kita sebut saja stimulus yang tidak berkondisi. Stimulus ini menghasilkan respon yang sipatnya reflek yang kita namakan unconditioned response (UR) atau kita sebut saja respon yang tidak berkondisi. Pasangan kedua stimulus ini yakni stimulus berkondisi dan tidak berkondisi (CS dan US) biasanya terjadi di mana stimulus berkondisi (CS) timbul atau datang pada waktu yang relatif singkat sebelum stimulus yang tidak berkondisi (US) diberikan. Selang waktu antara stimulus berkondisi dengan stimulus tidak berkondisi dinamakan interstimulus interval.

Hasil daripada pasangan stimulus ini, di mana stimulus yang tidak berkondisi yang didahului oleh stimulus berkondisi adalah dimulainya respon yang sama yakni respon tidak berkondisi (unconditioned respon atau UR). Setelah terjadi proses belajar stimulus berkondisi menghasilkan respon. Respon tersebut dinamakan respon berkondisi(CR). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa situasi atau classical conditioning adalah sebagai berikut:apabila stimulus berkondisi dan stimulus tak berkondisi dipasangkan dalam jumlah waktu dan interval waktu dengan benar, stimulus berkondisi yang asli dan netral akan memulai menghasilkan respon yang sama dengan respon yang dihasilkan oleh stimulus tak berkondisi sebelum dipasangkan. Respon-respon khusus yang dihasilkanoleh stimulus berkondisi yang asli dan netral adalah apa yang dinamakan belajar classical conditioning. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa stimulus takl bersarat/tak berkondisi dapat menghasilkan respon atau tanggapan tak bersarat/berkondisi dan stimulus tambahan yakni stimulus berkondisi akan menghasilkan respon baru yakni respon atau tanggapan berkondisi. Dengan konsep ini maka stimulus biasa yang asli dan netral sewaktu-waktu akan menghasilkan respon atau tanggapan asli atau respon berkondisi.
Konsep lain yang perlu dijelaskan adalah pelenyapan dan penyembuhan spontan dalam teori classical conditioning dari percobaan Pavlov.
Setelah respon berkondisi tercapai, apakah yang akan terjadi bila stimulus berkondisi diulang atau diberikan kembali tanpa diikuti oleh stimulus tak berkondisi ? Dalam hal ini akan terjadi pelenyapan atau padam atau hilang. Dengan kata lain pelenyapan adalah tidak terjadinya respon atau menurunnya kekuatan respon pada saat diberikan kembali stimulus berkondisi tanpa diikuti stimulus tak berkondisi setelah terjadinya respon. Sedangkan penyembuhan spontan adalah suatu tindakan/usaha nyata untuk menghalangi terjadinya pelenyapan. Satu diantaranya ialah melalui rekonditioning atau mengkondisi kembali melalui pemberian kedua stimulus secara berpasangan.
Konsep lain dari classical conditioning adalah stimulus generalisasi dan diskriminasi.
Dalam hal ini Pavlov menyatakan bahwa respon berkondisi timbul terhadap stimulus yang tidak berpasangan atau tidak dipasangkan dengan stimulus tak berkondisi. Ini berarti ada semacam kecenderungan untuk menggeneralisasikan respon berkondisi terhadap stimulus lain apabila dalam beberapa hal memiliki kesamaan dengan stimulus berkondisi atau asli. Makin tinggi tingkat kesamaannya semakin tinggi pula generalisasinya.
Diskriminasi adalah proses belajar untuk membuat satu respon tcrhadap satu stimulus dan membedakan respon atau bukan respon terhadap stimulus lainnya. Dengan demikian diskriminasi merupakan lawan dari generalisasi atau kebalikan generalisasi.
Dalam praktek sehari-hari adanya generalisasi banyak ditemukan. Dalam pengertian setelah respon khusus terjadi akibat suatu stimulus, maka rangsangan yang sama akan menghasilkan respon yang sama. Contohnya, jika seekor anjing telah dilatih membengkokan kaki kirinya, maka ia juga akan memberikan respon membengkokan kaki kanannya seandainya respon yang asli (kaki kiri) menjadi penghalang. Konsep lain yang juga penting adalah perjumlahan. Artinya kombinasi dari stimulus sering mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada rangsangan atau stimulus yang terpisah-pisah. Sebagai contoh kedua penglihatan dan penciuman akan bereaksi kuat pada anjing untuk menghasilkan tanggapan terhadap makanan.

2. Pandangan Tentang Belajar.

Seperti telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya bahwa. teori belajar baik yang dikemukakan oleh Thorndike dengan koneksionesmenya atau instrumental conditioning maupun Pavlov dengan classical conditioning sama-sama termasuk aliran behavioristik. Aliran ini mengutamakan prilaku atau perubahan tingkah laku organisme melalui hubungan stimulus-respon (S-R). Dengan demikian belajar hendaknya mengkondisi stimulus agar bisa menimbulkan respon. Belajar adalah sualu perubahan tingkah laku yang terus menerus yang timbul sebagai akibat dari persaratan kondisi. Sipatnya adalah membentuk hubungan antara stimulus dengan respon. Ini berarti belajar dan perubahan tingkah laku tidak bisa dipisahkan. Setiap perubahan adalah belajar,dan sebaliknya setiap belajar adalah perubahan. Proses belajar mencakup belajar yang sederhana dan yang kompleks. Belajar sederhana merupakan dasar bagi belajar yang kompleks. Ini juga mengandung arti bahwa untuk memahami belajar yang kompleks memerlukan dan atau perlu memahami belajar sederhana. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa Pavlov mengutamakan refleks berkondisi yang kemudian sampai kepada rangsangan berikondisi dan respon berkondisi. Hal ini menunjukan bahwa belajar menurut teori Pavlov atau classical conditioning mengutamakan proses daripada hasilnya. Oleh sebab itu dalam proses belajar, teori conditioning lebih mengutamakan stimulus
dibandingkan dengan responnya. Sebab ia berasumsi bahwa tindakan atau tingkah laku organisme disebabkan oleh rangsangan atau stimulus yang diterimanya. Dengan perkataan lain prilaku organisme dikontrol oleh stimulus. Atas dasar itu pula teori classical conditioning disebut teori S-R tipe S. Di sinilah bedanya dengan Thorndike yang mengutamakan respon daripada stimulus, sehingga proses belajar mengutamakan atau berorientasi kepada hasil. Tingkah laku organisme dikontrol oleh respon, sehingga disebut teori S-R tipe R.
Dari percobaan Pavlov terlihat bahwa kondisi terjadi tanpa adanya penguatan (reinforcemen), tetapi merupakan proses pergantian stimulus (unconditioning dengan atau kepada conditioning stimulus). pergantian ini bergantung dan berdasarkan kepada prinsip adesi.
Prinsip adesi dimaksudkan adalah bahwa respon berkait kepada stimulus melalui stimulus yang terjadi sebelumnya atau yang mendahuluinya yang menimbulkan respon sehingga terjadinya kembali stimulus akan mengundang atau menyebabkan respon.

3. Aplikasinya Dalam Pendidikan.
Pavlov melakukan percobaannya terhadap binatang, sehingga pertanyaan yang sering diajukan adalah; apakah hal yang sama akan terjadi pula pada manusia ? Pertanyaan inilah yang sering dilontarkan terhadap teori clasical conditioning. Oleh sebab itu walaupun paradigma classical conditioning dari Pavlov telah diperluas berdasarkan penelitian-penelitian psikologi, namun persoalan penerapannya dalam praktek masih menimbulkan pertanyaan. Banyak latihan-latihan pendidikan berdasarkan teori Pavlov baik pada masa lalu maupun masa sekarang tidak menunjukan hasil yang memuaskan. Di Amerika Serikat telah dilakukan beberapa percobaan penerapannya dalam pendidikan, namun yang lebih menarik lagi penggunaannya dalam psikologi klinis. Percobaan banyak dilakukan oleh para ilmuwan setelah mereka membaca dan mempelajari teori-teorinya. Salah saru aplikasinya dicoba oleh O.H. Mowrer tahun 1938. Ia menerapkan paradigma classical conditioning kepada masalah enuresis. Percobaan dilakukan terhadap anak yang sedang tidur di kasur khusus yang terdiri dari dua lempengan logam. Kalau air kencing menyentuh lempengan tersebut aliran listrik yang dilengkapi dengan suara bel akan berdering. Serangkaian kejadian yakni dengan adanya rangsangan aliran listrik yang menyebabkan berderingnya bel, bisa membangunkan anak, kemudian ia segera bangun untuk pergi ke kamar mandi.Pada saat lain adanya suara keras yang mirip bel berdering, ia akan segera bangun dan pergi ke kamar mandi. Dengan demikian suara keras berfungsi sebagai rangsangan yang berkondisi (unconditioned stimulus) yang dapat mengontrol tingkah lakunya yakni proses tidur-bangun dan ke kamar mandi. Sekalipun tehnik ini telah menunjukan keefektifannya namun untuk diterapkan dalam klinik pengobatan tetap menjadi suatu masalah. Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan seperti lonceng berbunyi mengisaratkan belajar dimulai dan atau pelajaran berakhir.
Pertanyaan guru diikuti. oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk memanggil suatu respon atau tanggapan. Ahli pendidikan lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa Iainnya akan membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata dalam bahasa asing. Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya memasangkan makna suatu konsep dengan pengalaman siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami konsep-konsep Iainnya. Walaupun classical conditioning terus menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini, sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori psikologi ini.
Akan tetapi nampaknya sangat tidak menguntungkan untuk meninggalkan sumbangan teori yang potensial ini apapun alasannya. Balikan sementara ahli lain banyak yang menganggap penemuan Pavlov ini meletakan dasar bagi penelitian-penelitian belajar dan pengembangan teori belajar. American Psychology Assosiation mengakui bahwa Pavlov merupakan orang terbesar yang berpengaruh dalam psikologi. Para ahli psikologi dan pendidikan tetap menganggap bahwa percobaan Pavlov yang menyimpulkan bahwa tingkah laku sebenarnya adalah rangkaian rangsangan berkondisi yang terjadi setelah adanya proses kondisioning dimana rangsangan-rangsangannya yang tadinya dihubungkan dengan rangsangan tak berkondisi lama kelamaan akan dapat dihubungkan dengan rangsangan-rangsangan berkondisi, mempunyai sumbangan yang besar terhadap proses belajar manusia.
Referensi: Bahan Belajar Mandiri (Belajar dan Pembelajaran), Rudi Susilana dkk.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wow dapet dari mana ilmu sebanyak itu coy... klo seandainya bisa diterapkan di Indonesia pasti hasilnya........? Luar biasa