Sabtu, 14 Februari 2009

Model Pembelajaran Tematik

Model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Fokus perhatian dalam pembelajaran tematik terletak pada proses yang ditempuh siswa saat berusaha memahami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk-bentuk keterampilan yang harus dikembangkannya.
Model pembelajaran tematik merupakan kegiatan belajar mengajar dengan memadukan materi beberapa mata pelajaran dalam satu tema. Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar cara ini dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, materi beberapa mata pelajaran disajikan dalam tiap pertemuan, sedangkan cara kedua, tiap kali pertemuan hanya menyajikan satu jenis mata pelajaran. Pada cara kedua ini, keterpaduannya diikat dengan satu tema pemersatu. Oleh karena itu pembelajaran tematik ini sering juga disebut pembelajaran terpadu atau integrated learning.
Bentuk keterikatan atau keterpaduan ini dapat diartikan sebagai pemberdayaan materi pelajaran satu pada waktu menyajikan materi pelajaran lain yang diikat oleh satu tema. Melalui pembelajaran tematik, pemahaman konsep selalu diperkuat karena adanya sinergi pemahaman antar konsep yang dikemas dalam tema.
Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memperhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Tujuan dari adanya tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan konsep-konsep dari mata pelajaran lainnya. Dengan adanya tema ini akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) siswa dapat mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama; 3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa; 5) siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas; 6) siswa dapat lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain; 7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Pembelajaran tematik cara pertama menuntut kreativitas guru dan sistem persekolahan yang memiliki otoritas tinggi untuk membuat keputusan sendiri berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan gagasan inovatif seperti pembelajaran tematik yang memungkinkan terjadinya perubahan jadwal dan perubahan target program kelas.
Pembelajaran terpadu dengan cara kedua memberi peluang pada sistem persekolahan yang masih bersifat sentralistik, dimana sekolah banyak mengikuti kebijakan yang ditentukan dari pengambil keputusan di luar sekolah seperti penjadwalan, dan target kurikulum.
Tingkat perkembangan mental anak selalu dimulai dengan tahap berpikir nyata. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tidak pernah melihat mata pelajaran berdiri sendiri. Anak biasanya melihat peristiwa atau objek, yang didalamnya memuat sejumlah konsep/materi beberapa mata pelajaran. Misalnya, pada waktu berbelanja di pasar, mereka berhadapan dengan hitung menghitung (matematika), aneka ragam makan sehat (IPA), dialog tawar-menawar (bahasa Indoensia), dan harga yang terkadang turun naik (IPS), serta beberapa materi pelajaran lainnya. Sebaliknya, materi pelajaran yang tidak saling terkait merupakan hal yang abstrak bagi anak. Oleh karena itu, pembelajaran tematik akan dirasakan lebih bermakna bagi diri anak.
Proses pemahaman anak terhadap suatu konsep dalam suatu peristiwa/objek sangat bergantung pada pengetahuan yang sudah dimiliki anak sebelumnya. Masing-masing anak selalu membangun sendiri pemahaman terhadap suatu konsep/pengetahuan baru. Anak merupakan “arsitek” atau pembangun gagasan, sedangkan guru dan orang tua biasanya hanya sebagai “fasilitator” (mempermudah/membantu), sehingga peristiwa belajar dapat berlangsung. Anak baru dapat membangun gagasan/ pengetahuan baru, kalau pengetahuan yang disajikan selalu berkaitan dengan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Pembelajaran tematik dapat mempermudah anak dalam membangun gagasan/pengetahuan baru, karena materi yang disajikan saling terkait satu sama lain.
Kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna apabila materi pelajaran yang sudah dipelajari/dipahami siswa dapat dimanfaatkan untuk mempelajari materi berikutnya. Pembelajaran yang terpadu sangat berpeluang dalam membantu dan memanfaatkan pengetahuan anak yang telah dimiliki sebelumnya.
Pembelajaran tematik memberi peluang kepada anak untuk mengembangkan tiga ranah sasaran pendidikan secara bersamaan. Ketiga ranah sasaran pendidikan ini meliputi sikap (jujur, teliti, tekun, terbuka terhadap gagasan ilmiah), keterampilan (memperoleh, memilih, dan memanfaatkan informasi, menggunakan alat, mengamati, membaca grafik, termasuk juga keterampilan sosial seperti bekerjasama dan kepemimpinan), dan wawasan kognitif (seperti gagasan konseptual tentang lingkungan dan alam sekitar).
Pembelajaran tematik memberi peluang kepada anak untuk membangun sinergi kemampuan, sehingga tujuan utuh pendidikan (mandiri, peka, dan bertanggung jawab) dapat dicapai. Kemampuan yang diperoleh dari satu mata pelajaran akan saling memperkuat kemampuan yang diperoleh dari mata pelajaran lain. Sehingga guru dapat lebih menghemat waktu dalam menyusun rencana pembelajaran. Tidak hanya siswa, guru pun belajar lebih bermakna terhadap konsep-konsep sulit yang akan diajarkan.
Meningkatkan realita sehari-hari dalam kegiatan pembelajaran dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa realita sehari-hari antara lain: berkebun, membersihkan rumah, belanja bersama ibu di pasar, pengalaman di posyandu, memancing di sungai, ataupun bermain ding dong. Semua realita sehari-hari tidak berdiri sendiri dalam tatanan konsep-konsep pada satu mata pelajaran. Dengan demikian, pembelajaran tematik merupakan salah satu wahana ideal untuk mengangkat realita sehari-hari sebagai tema pengajaran. Keterpaduan topik merupakan realita sehari-hari dan berdasarkan pengalaman dan dunia siswa. Pembelajaran akan lebih bermakna kalau dimulai dari realita sehari-hari sebagai pengalaman siswa.

Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu: (1) progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).

Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik memiliki satu tema yang aktual, dekat dengan dunia siswa dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa materi pelajaran. Pembelajaran tematik perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang mungkin dan saling terkait. Materi-materi dalam pembelajaran tematik yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Misalnya ada materi pengayaan horizontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam GBPP. Namun penyajian materi pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada tujuan pembelajaran.
Pembelajaran tematik tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran tematik harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu mempertimbangkan karakteristik siswa seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. Materi pelajaran yang dipadukan tidak perlu terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin dipadukan, tidak usah dipadukan.

Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
c. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
e. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan

Cara kedua, dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. Dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang terdapat dalam masing-masing mata pelajaran. Penetapan tema dapat dilakukan dengan melihat kemungkinan materi pelajaran pada salah satu mata pelajaran yang dianggap dapat mempersatukan beberapa kompetensi dasar pada beberapa mata pelajaran yang akan dipadukan. Cara ini dilakukan untuk jenjang sekolah dasar kelas III s.d. VI.

Tidak ada komentar: